Menjelang penerimaan siswa baru tahun ajaran 2011, Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumsel mengingatkan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) untuk menerima kuota 20% siswa miskin tahun ini juga. Kewajiban untuk mengakomodir siswa miskin itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 78/2009. Jika manajemen RSBI tidak melaksanakan ketentuan itu, Diknas Sumsel bakal memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku.
”Sudah jelas dalam Permendiknas, RSBI harus memberikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi. Paling sedikit 20% dari jumlah seluruh peserta didik, jadi mereka (RSBI) harus menerima itu (warga miskin),”ungkap Kepala Dinas Pendidikan (Kadiknas) Sumsel Ade Karyana kepada media kemarin.
Untuk memastikan apakah RSBI sudah menjalankan Permendiknas itu atau belum, tahun ini Diknas Sumsel akan mengecek langsung ke lapangan, dengan mendatangi RSBI satu persatu. ”Memang, selama ini belum ada sanksi yang tegas kepada RSBI yang tidak menaati aturan tersebut.Tapi, setidaknya tahun ini kita akan beri teguran secara lisan atau tertulis,”katanya.
Mengenai pendaftaran siswa baru ke RSBI,sambung Ade, berdasarkan PP No 39/2010, tidak ada biaya formulir pendaftaran. Jika siswa sudah diterima, berdasarkan Perda RSBI, diperbolehkan mengambil pungutan. Namun, besarnya pungutan harus disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan mendapat persetujuan dari komite sekolah.
”Sebagai contoh RSBI di OKU Timur, biaya yang dipungut harusnya lebih kecil daripada Palembang, karena lokasinya berbeda,”ungkapnya. Ade melanjutkan, khusus untuk pengadaan seragam sekolah, sebaiknya tidak dikoordinasi pihak sekolah. ”Seragam merupakan bagian dari biaya pribadi.
Untuk menghindari kekeliruan, pembelian seragam sekolah jangan dikoordinasi sekolah.Walaupun pihak sekolah tidak mengambil bagian, dapat menimbulkan citra negatif,”kata Ade. Ade menambahkan, khusus penerimaan siswa baru (PSB) sekolah dasar (SD) RSBI tidak boleh ada tes membaca atau menulis.
”Orang tua mendaftarkan anaknya untuk belajar. Jadi, tidak diperbolehkan PSB SD ada tes, karena mereka sekolah untuk belajar.Jadi,aneh saja anak-anak mau masuk SD, tapi dites baca tulis. Mereka kan sekolah untuk belajar,” tukasnya.
Agar nantinya siswa dapat belajar dengan maksimal, Ade pun mengimbau pihak sekolah, untuk daya tampung setiap kelas rata-rata 28–32 siswa. Sebab, semakin sedikit jumlah siswa akan memberikan banyak peluang untuk fokus belajar.
Terpisah, pengamat pendidikan Sumsel Prof Abdulah Idi menyatakan, perlunya sebuah koordinasi yang matang antara Diknas Sumsel dan pihak RSBI terkait kewajiban RSBI menyediakan kuota 20% bagi siswa miskin.
”Banyak orang tua masyarakat miskin yang anaknya memiliki kualitas dan mampu untuk menjadi siswa di RSBI. Tapi, karena keterbatasan informasi dari sekolah mereka,maka tidak berani menyuruh anaknya mengikuti tes di RSBI, dengan alasan tidak punya uang dan lainnya,”ungkap Abdullah.
Jika saja koordinasi sudah matang baik dalam tatanan kebijakan maupun teknis di lapangan, dirinya yakin akan banyak anak-anak dari keluarga miskin yang berkualitas berlomba-lomba mengikuti tes masuk ke RSBI. ”Kalau sudah banyak yang mengikuti tes, maka kuota 20% siswa miskin di RSBI pasti akan terpenuhi,” katanya. Demikian catatan online hari blog yang berjudul Menjelang penerimaan siswa baru tahun ajaran 2011.
Lalu Bagaimana dengan yang Ini ???
Rawan Korupsi, RSBI Distop
Ditulis oleh Admin | ||||
Selasa, 15 Maret 2011 11:41 | ||||
Jakarta, Situs Hukum---Desakan penghentian kemunculan sekolah bertitel Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) terus berkembang. Pemicunya, sekolah RSBI seenaknya menarik biaya tinggi ke orang tua siswa. Dengan keuangan melimpah, rawan penyelewengan. Untuk sementara, kemunculan RSBI baru ditangguhkan dulu. Kebiasaan sekolah RSBI menarik biaya sekolah tinggi kepada wali murid legal. Upaya tersebut memang "dihalalkan". Diatur dalam Permendiknas Nomor 78 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam pasal 16 dijelaskan, penerimaan siswa baru dilaksanakan berdasarkan persyaratan diantaranya, kesediaan membayar pungutan untuk menutupi kekurangan biaya di atas standar pembiayaan pendidikan. Kecuali bagi peserta didik dari orang tua yang tidak mampu secara ekonomi. Celakanya, hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Kebijakan (Puslitjak) Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menyebutkan, dengan landasan tersebut membuat sekolah RSBI seolah-olah bebas menentukan besaran SPP. Kepala Puslitjak Hendarman menyebutkan, pihaknya sudah mensurvei secara acak 130 sekolah RSBI mulai tingkat SD hingga SMA dan SMK. Jumlah itu mewakulit 1.350-an total RSBI di Indonesia. Hasilnya, biaya pendidikan di RSBI bisa dipatok mulai Rp400 ribu hingga Rp20 juta per bulan. "Inilah yang tidak benar," kata dia kemarin (14/3). Hendarman menyayangkan sekolah RSBI yang hanya mengedepankan aspek finansial ketika melakukan penerimaan siswa baru. Sementara aspek kualitas keilmuan siswa dikesampingkan. Akibatnya, siswa-siswa yang bisa sekolah di sekolahan RSBI hanya anak-anak orang berduit. Didalam Permendiknas yang mengatur tentang berdirinya RSBI itu, sejatinya banyak pasal yang mengatur tentang standar kualitas keilmuan calon siswa. Tetapi, oleh pihak sekolahan aturan tersebut banyak dikesampingkan. Hendarman menjelaskan, hampir seluruh RSBI memiliki keuangan yang cukup banyak dari orang tua dan anggaran pemerintah khusus RSBI. Tetapi, hampir separuh dari jumlah tersebut, dihabiskan untuk pembangunan fisik. Pos pengeluaran ini rawan penyelewaengan atau korupsi. Sedangkan untuk peningkatan keilmuan atau kualitas akademik siswa, hanya berkisar 19 persen saja. "Padahal, kualitas siswa menjadi patokan utama berjalannya RSBI menjadi SBI," tandas dia. Evaluasi minus dari RSBI lainnya adalah, ketentuan kuota 20 persen untuk siswa miskin belum terpenuhi. Dari 130 RSBI yang disurvei, rata-rata baru menampung siswa miskin sebesar 14 persen untuk jenjang SMA dan SMK. Sedangkan untuk jenjang SMP dan SD, prosentase siswa miskin masih 10 persen. Sementara untuk kualitas guru di sekolah RSBI yang dituntut untuk bisa menguasai bahasa inggris, Hnedarman mengatakan 60 persen guru di sekolah RSBI kemampuannya menengah ke bawah. Dari sekian banyak evaluasi minus tersebut, yang paling mencolok adalah setelah lebih dari lima tahun berjalan Kemendiknas mencatat belum ada RSBI yang naik tingkat menjadi SBI. "Fenomena ini merupakan indikator jelas jika RSBI jalan di tempat," terang Hendarman. Dari hasil survei tersebut, Hendarman merekomendasikan kepada Mendiknas M.Nuh untuk sementara menghentikan kemunculan RSBI baru. Upaya ini dilakukan hingga ada revisi Permendiknas tentang pembentukan RSBI. "Kami tegas pasal yang membebaskan menarik uang itu harus dihapus," pungkas Hendarman. Usulan pembekuan sementara usulan RSBI itu juga diamini oleh Plt Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Kemendiknas Suyanto. Ditemui di ruang kerjanya, Suyanto mengatakan memang tahun ini tidak dibuka lagi pengajuan untuk mendapatkan label RSBI. Suyanto mengatakan, selama ini memang terdapat kekurangan dalam penerapan RSBI. Diantaranya peran kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan.(wan) Sumber: Palembang, Sumatera Ekspres Dicopy dari : http://www.situshukum.com/infoslide/rawan-korupsi-rsbi-distop.shkm dan ternyata di Sumsel ...... Sumsel Tetap Tambah RSBI
http://www.situshukum.com/isu-hangat/sumsel-tetap-tambah-rsbi.shkm | |
No comments:
Post a Comment